Tiap Pelanggaran Diskor, Tak Naik Kelas Drop Out
SEKOLAH Dengan label Berstandar Internasional sejak Oktober tahun 2006 sesuai SK Dirjen nomor DJ.II/438A/2006 ini, juga konsisten dengan sistem pendidikan yang dijalankan. Siswa yang belajar di MAN Insan Cendekia (MANIC) harus serius, kalau tidak tentu ada sanksi yang diberikan. Seperti apa ?
Jitro Paputungan / GorontaloSEKOLAH Dengan label Berstandar Internasional sejak Oktober tahun 2006 sesuai SK Dirjen nomor DJ.II/438A/2006 ini, juga konsisten dengan sistem pendidikan yang dijalankan. Siswa yang belajar di MAN Insan Cendekia (MANIC) harus serius, kalau tidak tentu ada sanksi yang diberikan. Seperti apa ?
SEMUA Siswa terlihat konsen belajar apalagi saat ada di ruang kelas, saya melihat setiap siswa ada lebih dari dua buku pelajaran yang berada di atas meja, pun begitu tangan mereka terlihat lincah mencatat pelajaran yang disampaikan guru mereka, mata mereka juga melotot memperhatikan penjelasan guru. Di meja siswa, tak satupun barang yang tak berhubungan dengan pelajaran, termasuk mesin hitung seperti kalkulator. Para siswa ini juga tidak satu pun yang menggenggam telepon seluler, karena tidak dibolehkan. Bukan maksud MANIC membelenggu mereka dari dunia luar, atau tidak membenarkan berhubungan dengan orang tua mereka. "Anda tahu lah bagaimana Hp (Handphone) sekarang dipergunakan anak-anak, mereka masih banyak menggunakan untuk yang tidak baiknya," kata Kepala MANIC Suwardi saat beranjak dari kawasan ruang kelas, Kamis (6/8). Untuk menghubungi orang tua, lembaga menyediakan telepon seluler khusus dan jaringan telepon yang ada pada guru asuh di Asrama, mereka bisa menggunakanya tapi saat-saat emergancy. "Seperti, siswa yang minta dikirimin uang jajan, atau lagi sakit," katanya.
Tidak membenarkan handpohone bagi siswa hanyalah salah satu bagian ketentuan di kampus, banyak ketentuan yang harus ditaati siswa. Di Sekolah ini, telah dibikin daftar skor untuk tiap pelanggaran, dari pelenggaran ringan hingga berat. Skornya sampai 100, kalau ada yang sudah mencapai angka itu, maka siap-siaplah berkemas untuk meninggalkan kampus MANIC, karena siswa seperti itu dianggap tidak serius menimba ilmu di MANIC. "Pernah ada siswa yang lompat pagar, itu pelanggaran yang termasuk berat, skornya 75. Jadi masih diampuni, dia dihukum tapi hukumnya bukan seperti keliling-keliling lapangan," ujar Suwardi didampingi Pak Budi Bagian Kesiswaan MANIC. Skor pelanggaran berlaku selama siswa belajar di MANIC, jadi kalau siswa membuat kesalahan pada kelas 1 dengan angka misalnya 80 maka selama tiga tahun jangan berani lagi mengulanginya atau membuat kesalahan lain. "Memang ada cara-cara yang harus ditempuh siswa untuk menghapus skor itu," tambahnya.
Saksi yang diberikan adalah berkaitan dengan pelanggaran, seperti misalnya saat penerapan hari berbahasa Inggris, ada siswa yang kedapatan tidak berbahasa Inggris maka hukumanya adalah menghafal sejumlah kosakata bahasa Inggris untuk menambah kekayaan kata bahasa Inggris siswa. "Hari itu juga dihafal, kita tidak menghukum mereka dengan menjewer ditelinga," kata Suwardi, yang menambahkan kalau mereka diharamkan menghukum dengan fisik. Seperti juga siswa yang sering telat Sholat berjamaah di Masjid, siswa tersebut selama beberapa hari dihukum dengan menjadi Imam, "Kalau seperti itu kan mereka tidak terlambat lagi," ujarnya. Pelanggaran siswa seperi lompat pagar, Sekolah mengambil kebijakan dengan menskorsnya. Tapi tidak dipulangkan ke rumah, melainkan 'diasingkan' di pesantren atau panti asuhan bersama anak-anak yatim. Tugasnya membina dan menyalurkan ilmu pada anak-anak panti itu. "Jadi sekembalinya dari Panti, dia sadar kalau ternyata belajar di MANIC itu lebih enak karena fasilitasnya lengkap," katanya.
MANIC sendiri memberikan banyak fasilitas pendidikan yang tidak semuanya dimiliki sekolah-sekolah umum, fasilitas tersebut seperti laboratorium setip pelajaran (masing-masing dua ruangan), bengkel seni, perpusatakaan (cyber library) dan perpustakaan buku dengan koleksi lebih dari 5 ribu judul, area kampus yang terkoneksi dengan jaringan internet nircable, fasilitas ekstra kulikuler, makan dan minum (asrama) serta biaya sekolah yang gratis. "Kalau disekolah lain gartisnya hanya SPP, disini semuanya gratis," Suwardi. Doktrin bagi siswa adalah belajar dengan giat untuk menjadi SDM yang berkualitas tinggi dalam Impak dan menguasai Iptek, karena seluruh biaya sekolah dibebankan pada negara. "Uang negara adalah uang rakyat, yang didalamnya juga banyak uang orang miskin. Kalau tidak belajar dan tidak serius maka kita berdosa," ujarnya.
Di MANIC bisa dilihat siswa yang tidak serius, seperti pada nilai pelajaran yang merosot, atau tidak naik kelas. Siswa yang tidak naik kelas harus pindah dari MANIC karena ditakutkan tidak akan menguasai penjurusan yang membutuhkan kopetensi, "Dulu istilahnya di DO (Drop Out), siswanya tidak boleh lagi belajar di IC (Insan Cendekia)," ujaranya. Siswa-siswa MANIC adalah siswa pilihan yang dijaring dari seluruh Indonesia, tahun ini saja ada 3.660 pendaftar tapi yang diterima hanya 120 siswa dengan kopetensi diatas rata-rata. Artinya kalau diantara 120 itu ada yang tidak naik kelas, maka jelas siswa itu tidak serius. Sebelum memulai belajar di kampus MANIC, Madrasah terlbih dahulu melakukan Matrikulasi selama dua minggu, ini untuk penyesuaian siswa dengan lingkungan kampus serta memahami ketentuan di MANIC. Karena diasramakan, maka lembaga membuat bejara di MANIC seperti di rumah, sehingga belajar lebih enjoy. Pembinaan juga dilakukan selama 24 jam, dari bangun pagi, ke sekolah hingga istrahat malam semuanya dalam pengawasan. (bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar