Kamis, 20 Agustus 2009

Catatan Sejarah Kemerdekaan RI di Gorontalo


Telegraf Dikuasai Jepang, Kabar Kemerdekaan Terlambat

SEMUA Tahu kalau Gorontalo Merdeka tiga tahun sebelum Republik ini membacakan Proklamasi kemerdekaan di Jakarta, 17 Agustus 64 tahun lalu. Tahun 1942, Rakyat Gorontalo sudah bebas mengibarkan Merah Putih, Tapi begitu, Gorontalo tetap komitmen untuk bersatu dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tidak memilih mendirikan negara sendiri. Kabar kalau NKRI telah Merdeka seluruhnya diketahui beberapa pekan kemudian

Jitro Paputungan / Gorontalo

"Kita bangsa Indonesia yang berada di sini(Gorontalo) sudah merdeka bebas, lepas dan penjajahan bangsa mana pun juga. Bendera kita yaitu Merah Putih, lagu kebangsaan kita adalah Indonesia Raya." Itulah petikan pidato Pahlawan Nasional Alm, H.Nani Wartabone pada 23 Januari 1942. Pidato itu merupakan Proklamasi kemerdekaan Bangsa Indonesia yang ada di Gorontalo, konon pidato tersebut dibacakan di lapangan Taruna Remaja kala itu, tapi ada juga yang menyebut kalau pidato tersebut diucapkan di halamana Kantor Telepon dan Telegraf (saat ini Kantor POS Gorontalo).
Dengan menyebut kalau bendera adalah Merah Putih dan Lagu Kebangsaan adalah Indonesia raya, maka terlihat jelas komintmen Pahlawan Nasional Alm,H.Nani Wartabone yang menjadi motor pergerakan waktu itu untuk tetap menyatu dengan NKRI. Semangat H.Nani Wartabone ini termotivasi saat mengikuti deklarasi Sumpah Pemuda tahun 1928 di Surabaya. Waktu itu H.Nani Wartabone menjadi pelajar di MULO Praban Surabaya dan banyak berteman dengan tokoh-tokoh nasional lainya, seperti Bung Tomo, Jendral Sudirman termasuk Ir. Soekarno. "Sekembalinya dari Surabaya, beliau langsung menggalang semua tokoh pemuda di Goorontalo dan ditanamkan jiwa patriotisme untuk meraih kemerdekaan dari Belanda," cerita Yos Wartabone, salah satu putra H.Nani Wartabone ketika ditemui Gorontalo Post, (17/8) pada kediamanya di Suwawa, Kabupatan Bone Bolango. Kediaman Yos Wartabone merupakan kediaman H.Nani Wartabone dan menjadi pusat gerakan melawan penjajah kala itu.
Yos Wartabone menceritakan, kalau H.Nani Wartabone hobi mendengar siaran radio International, sehingga pergelakan politik dunia selalu dikatahui, termasuk mulai melemahnya power Sekutu (termasuk Belanda) dalam perang dunia II. Kesempatan itu yang kemudian digunakan H.Nani Wartabone dan sujumlah rekan-rekanya untuk melawan Belanda. H.Nani Wartabone sudah memperhitungkan kalau Belanda pasti akan kalah dalam perang tersebut, dan pengaruhnya di Indonesia termasuk di Gorontalo juga akan melemah.
Dini hari pada 23 Januari 1942, H.Nani Wartabone dan rakyat Gorontalo, mengepung Kota Gorontalo yang dimulai dari kampung-kampung pinggiran Kota Gorontalo seperti, Tamalate, Kabila dan Suwawa. Mereka menangkap pejabat Belanda di Gorontalo termasuk Komandan Detasemen Veld Politie WC Romer dan beberapa kepala jawatan, para pejabat Belanda ini kemudian dimasukan dalam penjara. "Di Penjara lama (saat ini Gedung Belle Li Mbui) dan yang lain disuruh kerja seperti sapu jalan," ungkap Yos yang saat ditemui menggunakan kaos merah garis berkerah.
Setelah penangkapan barulah peristiwa 23 Januari berupa pidato 'kemerdekaan' Gorontalo terucap, waktu itu tepat pukul 10 pagi. Sore harinya, Nani Wartabone memimpin rapat pembentukan Pucuk Pimpinan Pemerintahan Gorontalo (PPPG) yang berfungsi sebagai parlemen saat itu, parlemen ini juga dinamakan komisi 12 yang didalamnya adalah pemimpin Partai Politik. Setelah itu, 4 hari berikut, Nani Wartabone memobilisasi rakyat dalam sebuah rapat raksasa. Dengan menekankan untuk mempertahankan kemerdekaan yang sudah diproklamasikan itu dengan risiko apapun.
Tidak lama setelah itu, 26 Februari 1942, Jepang masuk ke Gorontalo,
sebuah kapal perang Jepang yang bertolak dari Manado berlabuh di pelabuhan Gorontalo. Kedatangan Jepang ini disambut baik oleh Nani Wartabone, bahkan Temey Jonu (nama lain Nani Wartabone) saat itu turut menjemput pasukan Jepang di pelabuhan. Jepang yang saat itu lagi sumbringah karena baru saja mengalahkan Sekutu, dianggap akan membawa perubahan di Indonesia termasuk Gorontalo karena sama-sama Asia. Nani Wartabone sendiri berharap Jepang dapat membantu PPPG. Semuanya berjalan seperti harapan, Gorontalo (Indonesia) dan Jepang berteman. "Bahkan bendera Hino Maru (Jepang) dan Merah Putih dikibarkan bersama-sama," ungkap Yos. Kebersamaan ini tidak berlangsung lama, sebab setelah yakin menguasai Gorontalo, Jepang berkhianat dengan melarang Merah Putih berkibar dan menuntut warga Gorontalo tunduk pada mereka.
Kontan, hal ini mendapat penolakan dari Nani Wartabone. Tapi apa daya, saat itu Nani Wartabone tidak kuasa melawan Jepang. "Sehinga ia memilih pulang ke Suwawa dan hidup dengan bertani," kata Yos. Sikap Nani Wartabone ini kemudian mendapat penolakan rakyat. Rakyat yang berpihak kepada Nani Wartabone melakukan mogok massal sehingga Gorontalo bagaikan kota mati. Melihat situasi ini, Jepang melalui kaki tangannya melancarkan fitnah, bahwa Nani Wartabone sedang menghasut rakyat berontak kepada Jepang.
Nani Wartabone akhirnya ditangkap pada 30 desember 1943 dan dibawah ke Manado akibat fitnah tersbut. Di Manado Nani Wartabone mengalami berbagai siksaan seperti selama sehari semalam ditanam seluruh tubuhnya kecuali bagian kepala di pantai di belakang Kantor Gubernur Sulawesi Utara. Hampir sehari kepala Nani Wartabone dimainkan ombak dan butir-butir pasir. Nani Wartabone baru dilepaskan Jepang pada 6 Juni 1945, saat tanda-tanda kekalahan Jepang dari Sekutu mulai tampak. Setelah bebas, Nani Wartabone kemudain kembali bergerak untuk mengalahkan Jepang, bahkan setelah di Proklamasikan tanggal 17 Agustus 1945, prajurit Jepang masih tetap ada, walau sebetulnya saat itu Jepang juga telah kalah dari sekutu. Jepang masih menguasai sistem telekomunikasi di Gorontalo, seperti telepon dan telegraf. Akibatnya kabar kemerdekaan RI lambat diketahui rakyat Gorontalo. Indformasi kemerdekaan ini diketahui nanti tanggal 28 Agustus 1945 setelah Nani Wartabone kembali merebut kantor Telepon dan Telegraf. Setelah itu, Nani Wartabone membentuk Dewan Nasional di Gorontalo sebagai lembaga legislatif tepat 1 September, Dewan ini beranggotakan 17 orang termasuk Mantan Menteri Kehakiman RI G. Maengkom Kepala Bea Cukai di Tanjung Priok Muhammad Ali.
Yos Wartabone mengatakan, semangat Nani Wartabone tidak sampai pada Proklamasi kemerdekaan RI 17 Agustus, tapi terus berlanjut termasuk menentang VOC, hingga kemudian di penjara di Cipinang dan Morotai. Menentang pembentukan Republik Indonesia Serikat (RIS), dan melawan PRRI/PERMESTA tahun 1957. Alm. Nani Wartabone yang lahir 30 April 1907, pada tahun 2003 mendapat anugerah Pahlawan Nasional. "Kita harapkan generasi saat ini dan yang akan datang agar lebih inovatif lagi mengembangkan SDM, karena kita tidak lagi berperang dengan senjata," harap Yos, termasuk keinginan untuk Pemerintah agar membuat buku tentang perjuangan rakyat Gorontalo dan diajarkan pada siswa di Sekolah. ###

Minggu, 09 Agustus 2009

Berkunjung ke MAN-IC, Sekolah Dengan Segudang Prestasi (3 Habis)


Ulangan Harian Pakai LJK, Tenaga Pengajar Doktor dan Magister
"SEMUA Tidak Instan, harus ada proses kalau sesuatu yang instan hasilnya pasti kurang baik," begitu kata Kepala MAN Insan Cendekia (MAN-IC) Suwardi.MPd, saat ditanya prestasi yang diraih MAN Cendekia selama ini, terutama prestasi akademik, yang tiap tahun dalam Ujian Nasional, siswa MAN Cendekia pasti nilainya diatas rata-rata, dan lulusnya 100 persen.

Jitro Paputungan

WAJAR Kalau MAN INsan Cendekia memiliki segudang prestasi dalam hal akademik, sekolah ini selain fasilitas yang super lengkap, didukung dengan tenaga guru yang sebagian besar Strata 2 (Magister), jam belajar lebih banyak, dan pembinaanya yang tidak instan. Artinya pembinaan yang dilakukan 24 jam terhadap siswa selama 3 tahun belajar di MAN-IC. Di Sekolah ini, siswanya sudah dibiasakan dengan sistem Ujian Nasional (UN), saban kali melakukan ujian (ulangan) harian, lembar jawabannya adalah Lembar Jawaban Komputer (LJK) mirip yang digunakan saat UN. LJK ini kemudian diperiksa tidak dengan manual, tapi dengan komputerisasi. LJK hasil ulangan harian tersebut discan seperti sistem pemeriksaan hasil UN. "Kami memiliki alat scanernya, jadi setiap kali ulangan harian,atau ulangan semester hasilnya kita scaner karena menggunakan LJK," ungkap Suwardi sambil menunjuk alat scaner yang berada di ruang akademik MAN-IC. Hasil ulangan harian, berapapun angkanya langsung ditempel keesokan harinya pada papan pengumuman, sehingga para siswa bisa langsung mengetahui nilai ulanganya. "Berapa saja, nilainya dibawah pun kita tempel. Itu untuk motivasi siswa, ujian berikut jangan dapat nilai dibawah lagi karena semua akan lihat," jelas Suwardi.
Dengan begitu untuk Ujian Nasional, para siswa tidak kebingunan lagi menggunakan sistem LJK karena telah terbiasa sejak awal masuk MAN-IC. Pembiasaan penggunaan LJK hanya salah satu bagian yang dilakukan MANIC untuk persiapan Ujian Nasional, MAN-IC juga rutin melakukan try out bagi siswa kelas III, termasuk juga ada pengayaan. Yang menarik dan mungkin yang berbeda dengan sekolah lain adalah kebijakan MAN-IC menggunakan akhir semester (Semester genap untuk kelas III) full untuk persiapan UN. "Selama satu semster itu kita gunakan untuk mereviw pelajaran-pelajaran kelas satu dan dua," ungkap Suwardi.
Sedangkan untuk penunjang akademik, seperti SDM, di MAN Insan Cendekia saat ini telah ada satu guru S3 (doktor) dan tiga lainya sedang studi S3, sedangkan untuk Magister telah ada 28 orang, tersisah tinggal ada 13 orang guru yang masih S1,"Kedepan memang target kita tidak ada lagi guru S1, masa ngajar SD saja sudah s1, yang SMA juga S1," kata Suwardi. SDM yang menunjang dan profesional maka hasil out put pasti akan baik, guru-guru di MAN-IC semuanya menikmati profesinya masing-masing sehingga tidak ada guru yang tidak konsen saat mengajar. Semua guru dan siswa di asramakan, sehingga pembinaan 1x24 jam, pembinaan siswa tidak maraton saat kelas tiga tapi sejak awal masuk MANIC. Siswa harus terbiasa dengan dunia MANIC yakni bagun pagi dengan belajar saat akan tidur pun sedang belajar. Aktivitas MANIC dimulai pukul 04.00 dini hari setiap hari, jam segitu siswa wajib bangun untuk Sholat Subuh dan Tadarus, sedangkan sebelum belajar di dalam kelas pukul 06.30 siswa wajib Tahfidz kurang lebih setengah jam, pukul 07.00 sampai 15.15 adalah proses belajar mengajar, sedangkan istrahat sholat dan makan (Ishoma) hanya sekali dengan waktu 15 menit usai jam 12 siang. Jam 15.15 sampai 16.00 adalah waktu untuk Sholat Ashar, jam 4 sore sampai sebelum Magrib siswa melakukan Bimbingan belajar, Klinik Mata Pelajaran dan kegiatan Mandiri. "Klinik mata pelajaran untuk mereka (siswa) yang kesulitan belajar saat didalam kelas hari itu. Siswa harus berkonsultasi dengan guru klinik mata pelajaran untuk memecahkan kesulitan, seperti mungkin rumusan matematika yang terasa sulit sehingga esoknya sudah bisa lagi," ujar Suwardi. Pukul 18.00 sampai 19.15 siswa Sholat Magrib, Kajian Kitab, Sholat Isya dan makan malam, pukul 20.00 sampai sebelum tidur siswa belajar mandiri di Asrama. "MANIC memang bertujuan menciptakan calon pemimpin yang unggul, otak jerman dan hati Makkah," ujarnya.
Yang menarik juga di sekolah ini adalah pembinaan usai dinyatakan lulus UN, Sekolah tidak begitu saja lepas tanggungjawab, tapi masih dilakukan pembinaan khusus untuk masuk perguruan tinggi. Jangan heran, sudah dengan nilai yang diatas rata-rata para siswa lulusan MANIC juga banyak diterima pada perguruan tinggi bonavit ditanah air dan manca negara. "Karena kita lakukan pembinaan khusus masuk PT, dan itu gratis," Suwardi. Lulusan tahun ini sudah 11 orang yang langsung diterima di Universitas Indonesia, sedangkan tahun sebelumnya lulusan MANIC diterima pada Universitas di Malaysia, Japan, dan Inggris. Selaian prestasi ujian nasional, selama belajar para siswa juga berhasil mengangkat dunia pendidikan Gorontalo dan republik ini ke dunia international, seperti pertukaran pelajar Indonesia - Japan tahun 2009, bea siswa penelitian Biokimia di NTU Singapura, serta bulan depan akan diutus satu siswa MANIC untuk mengikuti Olimpiade Dunia di Taiwan. Untuk prestasi tingkat nasional, sekolah yang berkampus di Bone Bolango ini berhasil meraih Medali Perunggu pada OSN 2007 (bidang ekonomi), Medali Emas OSN bidang Kebumian (tahun 2008), Perunggu bidang Komputer (OSN 2008) dan Perunggu Bidang Ekonomi (OSN 2008). "Selaian akademik pembinaan lain juga ada, seperti Olahraga, Keagamaan, dan pengembangan bakat seni," jelas Suwardi. Lulusan IKIP Malang tahun 1993 ini menambahkan, sekolah yang dipimpinya sudah lama mengantongi Sekolah Berstandar Internatioal (SBI). SBI tidak sekedar linguistik (bi lingual), tapi konten untuk penguasaan isi pembelajaran. "Sebab kalau hanya bahasa, ditakutkan siswa nggak ngerti. Jadi konten, fokus pada pengusaan pelajaran. Bahasa itu hanya sebagai alat komunikasi," ###

Berkunjung ke MAN-IC, Sekolah Dengan Segudang Prestasi (2)


Tiap Pelanggaran Diskor, Tak Naik Kelas Drop Out


SEKOLAH Dengan label Berstandar Internasional sejak Oktober tahun 2006 sesuai SK Dirjen nomor DJ.II/438A/2006 ini, juga konsisten dengan sistem pendidikan yang dijalankan. Siswa yang belajar di MAN Insan Cendekia (MANIC) harus serius, kalau tidak tentu ada sanksi yang diberikan. Seperti apa ?


Jitro Paputungan / Gorontalo

SEMUA Siswa terlihat konsen belajar apalagi saat ada di ruang kelas, saya melihat setiap siswa ada lebih dari dua buku pelajaran yang berada di atas meja, pun begitu tangan mereka terlihat lincah mencatat pelajaran yang disampaikan guru mereka, mata mereka juga melotot memperhatikan penjelasan guru. Di meja siswa, tak satupun barang yang tak berhubungan dengan pelajaran, termasuk mesin hitung seperti kalkulator. Para siswa ini juga tidak satu pun yang menggenggam telepon seluler, karena tidak dibolehkan. Bukan maksud MANIC membelenggu mereka dari dunia luar, atau tidak membenarkan berhubungan dengan orang tua mereka. "Anda tahu lah bagaimana Hp (Handphone) sekarang dipergunakan anak-anak, mereka masih banyak menggunakan untuk yang tidak baiknya," kata Kepala MANIC Suwardi saat beranjak dari kawasan ruang kelas, Kamis (6/8). Untuk menghubungi orang tua, lembaga menyediakan telepon seluler khusus dan jaringan telepon yang ada pada guru asuh di Asrama, mereka bisa menggunakanya tapi saat-saat emergancy. "Seperti, siswa yang minta dikirimin uang jajan, atau lagi sakit," katanya.
Tidak membenarkan handpohone bagi siswa hanyalah salah satu bagian ketentuan di kampus, banyak ketentuan yang harus ditaati siswa. Di Sekolah ini, telah dibikin daftar skor untuk tiap pelanggaran, dari pelenggaran ringan hingga berat. Skornya sampai 100, kalau ada yang sudah mencapai angka itu, maka siap-siaplah berkemas untuk meninggalkan kampus MANIC, karena siswa seperti itu dianggap tidak serius menimba ilmu di MANIC. "Pernah ada siswa yang lompat pagar, itu pelanggaran yang termasuk berat, skornya 75. Jadi masih diampuni, dia dihukum tapi hukumnya bukan seperti keliling-keliling lapangan," ujar Suwardi didampingi Pak Budi Bagian Kesiswaan MANIC. Skor pelanggaran berlaku selama siswa belajar di MANIC, jadi kalau siswa membuat kesalahan pada kelas 1 dengan angka misalnya 80 maka selama tiga tahun jangan berani lagi mengulanginya atau membuat kesalahan lain. "Memang ada cara-cara yang harus ditempuh siswa untuk menghapus skor itu," tambahnya.
Saksi yang diberikan adalah berkaitan dengan pelanggaran, seperti misalnya saat penerapan hari berbahasa Inggris, ada siswa yang kedapatan tidak berbahasa Inggris maka hukumanya adalah menghafal sejumlah kosakata bahasa Inggris untuk menambah kekayaan kata bahasa Inggris siswa. "Hari itu juga dihafal, kita tidak menghukum mereka dengan menjewer ditelinga," kata Suwardi, yang menambahkan kalau mereka diharamkan menghukum dengan fisik. Seperti juga siswa yang sering telat Sholat berjamaah di Masjid, siswa tersebut selama beberapa hari dihukum dengan menjadi Imam, "Kalau seperti itu kan mereka tidak terlambat lagi," ujarnya. Pelanggaran siswa seperi lompat pagar, Sekolah mengambil kebijakan dengan menskorsnya. Tapi tidak dipulangkan ke rumah, melainkan 'diasingkan' di pesantren atau panti asuhan bersama anak-anak yatim. Tugasnya membina dan menyalurkan ilmu pada anak-anak panti itu. "Jadi sekembalinya dari Panti, dia sadar kalau ternyata belajar di MANIC itu lebih enak karena fasilitasnya lengkap," katanya.
MANIC sendiri memberikan banyak fasilitas pendidikan yang tidak semuanya dimiliki sekolah-sekolah umum, fasilitas tersebut seperti laboratorium setip pelajaran (masing-masing dua ruangan), bengkel seni, perpusatakaan (cyber library) dan perpustakaan buku dengan koleksi lebih dari 5 ribu judul, area kampus yang terkoneksi dengan jaringan internet nircable, fasilitas ekstra kulikuler, makan dan minum (asrama) serta biaya sekolah yang gratis. "Kalau disekolah lain gartisnya hanya SPP, disini semuanya gratis," Suwardi. Doktrin bagi siswa adalah belajar dengan giat untuk menjadi SDM yang berkualitas tinggi dalam Impak dan menguasai Iptek, karena seluruh biaya sekolah dibebankan pada negara. "Uang negara adalah uang rakyat, yang didalamnya juga banyak uang orang miskin. Kalau tidak belajar dan tidak serius maka kita berdosa," ujarnya.
Di MANIC bisa dilihat siswa yang tidak serius, seperti pada nilai pelajaran yang merosot, atau tidak naik kelas. Siswa yang tidak naik kelas harus pindah dari MANIC karena ditakutkan tidak akan menguasai penjurusan yang membutuhkan kopetensi, "Dulu istilahnya di DO (Drop Out), siswanya tidak boleh lagi belajar di IC (Insan Cendekia)," ujaranya. Siswa-siswa MANIC adalah siswa pilihan yang dijaring dari seluruh Indonesia, tahun ini saja ada 3.660 pendaftar tapi yang diterima hanya 120 siswa dengan kopetensi diatas rata-rata. Artinya kalau diantara 120 itu ada yang tidak naik kelas, maka jelas siswa itu tidak serius. Sebelum memulai belajar di kampus MANIC, Madrasah terlbih dahulu melakukan Matrikulasi selama dua minggu, ini untuk penyesuaian siswa dengan lingkungan kampus serta memahami ketentuan di MANIC. Karena diasramakan, maka lembaga membuat bejara di MANIC seperti di rumah, sehingga belajar lebih enjoy. Pembinaan juga dilakukan selama 24 jam, dari bangun pagi, ke sekolah hingga istrahat malam semuanya dalam pengawasan. (bersambung)

Berkunjung ke MAN-IC, Sekolah Dengan Segudang Prestasi (1)


Didirikan Habibie, Gunakan Filosofi Ilmu Petani


SIAPA Yang tidak kenal MAN Insan Cendekia Gorontalo, sekolah Madrasah yang banyak melahirkan siswa berprestasi, sekolah ini bahkan mengangkat dunia pendidikan di negeri ini hingga kelas International. Apa saja resep hingga sekolah ini unggul dan banyak mencetak siswa berprestasi. Berikut catatan Jitro Paputungan, Wartawan Gorontalo Post, yang berkunjung ke sana

"Terima Kasih Anda Tidak Merokok di Area Kampus," Kalimat itu yang akan menyambut pengunjung kalau ingin ke MAN Insan Cendekia (MANIC), karena terpampang pas dipintu masuk kampus Madrasah. Sepertinya MAN Cendekia 'mengharamkan' rokok untuk semua warganya termasuk tidak membenarkan rokok berada wilayah sekolah yang beralamat di Kecamatan Tilongkabila, Kabupaten Bone Bolango ini.
Berkunjung ke MANIC pasti akan merasa nyaman, karena kampusnya yang asri, juga didukung dengan warganya yang murah senyum. Dan yang perlu dicatat adalah sekolah ini sangat rapi, para tenaga pengajar hingga cleaning serevice tidak ada yang berpakaian asal-asalan, semua berseragam, bahkan para guru semuanya menggunakan dasi selama jam pelajaran berlangsung. Artinya kalau berkunjung ke MANIC jangan lupa untuk merapikan diri, minimal menggunakan busana muslim. "Apakah anda sudah berpakaian Muslim," kalimat itu pula yang terpampang di gerbang masuk MANIC.
Saya langsung disambut Kepala MANIC Suwardi.Mp.d, saat berkunjung ke sana, Kamis (6/8) kemarin. Sebelum memulai wawancara dengan Kepala MANIC, saya terlebih dahulu diajak jalan-jalan keliling kampus MANIC melihat fasilitas di sekolah itu. Dan ternyata memang sangat lengkap, rata-rata kelas sudah menggunakan sistem ICT, dimana guru selain mengajar dengan menggunakan papan tulis (white board) juga ada projektor sebagai presentasi bahan ajar secara lengkap lewat laptop. Didalam kelas antara perempuan dan laki memang digabung, hanya tempat duduknya yang dipisah, kelompok perempuan berada disamping kiri dan laki dibagian kanan kelas, setiap kelas rata-rata hanya berisi 24 siswa. Selama keliling-keliling tidak ada satu pun guru maupun siswa berkeliaran karena saat itu jam pelajaran sedang berlangsung. Guru yang tidak punya jam mengajar, memilih beraktivitas dalam ruangan guru (dewan guru), mereka memilih menguatk-atik komputer yang terkoneksi dengan internet untuk menambah literatur pengajaran dari pada berdiam atau ngerumpi dalam kantin sekolah. "Disini terjadwal semuanya, sebelum jam istrahat yah gini aktivitasnya, sekolah sangat sepi," kata Suwardi saat berada di ruang guru, kemarin.
Didampingi beberapa staf pengajar, Kepala MANIC menunjukan satu per satu ruangan di sekolah ini, mulai dari laboratorium, perpusatakaan (Cyber Library) dan perpustakaan buku dengan koleksi lebih dari 5 ribu judul, kantitn kejujuran dan tak ketinggalan adalah pajangan media cetak lokal dan nasional yang berada di area kelas. "Ada koran nasional dan koran lokal, sehingga Mbah Surip meninggal pun para siswa yang semuanya diasramakan ini tahu," ujar Suwardi menunjukan pajangan media cetak tersebut.
Suwardi yang telah menjadi staf pengajar sejak MANIC didirikan ini mengatakan, sebelum sekolah ini dikelolah Departemen Agama, Insan Cendekia adalah sebuah SMU yang didirikan oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) di prakarsai oleh Presiden RI ke 3 Prof.Dr.Ing.BJ Habibie. "Tujuanya adalah untuk pengembangan SDM Islam, umat Islam adalah mayoritas dinegeri ini, tapi waktu itu kalau berkompetisi bidang pendidikan sering kali kalah, makanya dibuat sekolah ini, dengan mengedepankan ilmu pengetahuan, dan ahlaq para siswa juga jalan," ujarnya. Atau otak siswa berkelas Jerman dan hati serta sikap siswa adalah Makkah.
Suwardi mengatakan, keunggulan sebuah lembaga itu sebenarnya terbuka untuk dicapai, semua berkesempatan menjadi sukses, tinggal tergantung pembinaan yang harus betul-betul serius. Di MANIC sendiri diterapkan adalah filosofi ilmu pentani, "Bibit yang bagus harus ditanam di tempat yang tepat, dan dirawat dengan baik, maka Insya Allah hasilnya pasti baik," ungkap Suwardi. Aritinya, siswa yang memang unggul harus dibina dengan baik, tentu dengan tempat pendidikan yang menunjang agar kreativitasnya tidak mati. "Terkadang ada siswa yang pingin itu, tapi orang tuanya pingin ini, maka harus dicarikan solusi kalau tidak pasti akan salah," tambah Suwardi. (Bersambung)

Minggu, 21 Juni 2009

catatanku


Melihat Konsep Peningkatan Pertanian di Malaysia
Metode Agropreneur, Target Petani jadi Pengusaha

Malaysia adalah salah satu negara industri dan bisnis. Tapi, tetap mengedepankan pertanian sebagai salah satu sektor utama usaha masyarakat. Saat ini saja pemerintah Malaysia sibuk mengkampanyekan sistem agropreneur sebagai landasan pertanian mereka, tujuanya ingin menjadikan petani sebagai pangusaha.

Jitro Paputungan, Malaysia

Bila di Gorontalo kita mengenal istilah Agropolitan, yakni menjadikan Gorontalo sebagai pusat pertanian, maka lain lagi dengan pertanian yang ada di Malaysia, saat ini Agropreneur yang giat dikembangkan Pemerintahan Malaysia khususnya untuk Kementrian Pertanian. Tujuan utama dari sistem agroprenur ada menjadikan petani sebagai pengusaha. Artinya petani tidak lagi banyak menggantungkan usaha, terutama bagi para tengkulak tapi menjadikan pertanian mereka sebagai ladang usaha baru. Di Malaysia semua sektor bergerak untuk mengemabangkan pertanian agar lebih unggul, apalagi didukung dengan adanya Malaysia Agricultural Research and development institute (MARDI). Mardi merupakan lembaga khusus untuk tempat penelitian pertanian di Malaysia
Metode Agroprenur ini sendiri merupakan kombinasi antara pertanian dan pengusaha. Dengan target pemerintah Malaysia adalah menjadikan petani juga sebagai pengusaha. Yang tentunya cara dan pola bertani juga dirubah. Cara merubah pola bertani masyarakat yakni dengan metode moderen, petani tidak lagi menggunakan cangkul dan peralatan pertanian tradisional lainya tapi serba teknologi.
“Petani harus dimoderenkan, tidak pakai cangkul lagi. Dan saat ini Kementrian Pertanian sedang mempopulerkan peningkatan pertanian dengan Agroprenure, yakni kombinasi pertanian dan pengusaha. Agar petani juga jadi pengusaha,” kata Fazlinda Fadzil bidang Program Perhubungan dan Komunikasi Korporat bahagian urusan korporat Pejabat Mardi, dengan bahasa Indonesianya yang tate-tate kepada Gorontalo Post seusai melakukan pertemuan dengan delegasi Kades se Boalemo yang mengungjungi Mardi, Selasa (27/11) di meeting room Mardi.
Sebelumnya dihadapan Kades se Boalemo, Fazlinda mengatakan, khusus Mardi (dalam bahasa melayu kepanjanganya = Intitute Penyelidikan dan Kemajuan Pertanian Malaysia) saat ini sedang dikembangkan pertanian -pertanian yang bisa dijadikan unggulan untuk menuju sistem agroprenur yakni meliputi Padi, Pakan Ternak, Ternak, buah-buahan, seperti nenas, belimbing, melon, mangga, durian dan pepaya, sayuran kacang kedelai serta ubi kayu. “Keculi Getah (Karet,red), cacao dan sawit, tidak dikembangkan lagi karena sudah maju dan lebih dulu unggul, sehingganya kita liat potensi lain untuk dikembangkan, seperti buah-buah, padi, ubi kayu,” kata Fadzlinda. Untuk Padi, Mardi sejak tahun 1972 banyak menciptakan varietas untuk dikembangkan di Malaysia. Sedangkan untuk pakan ternak, institut yang memiliki lahan ratusan hektar di negeri Selangor ini, setiap harinya mampu memproduksi pakan ternak dengan kwalitas eksport sebanyak 50 ton pakan yang sudah dalam bentuk pelet. Bahan baku untuk pakan ini, hanya dari jerami padi serta pelepah daun kelapa sawit, yang diolah dengan cara modern.
Di Malaysia sendiri bahan baku pakan yang mudah didapat adalah pelepah kelapa sawit, sehingganya yang paling banyak diproduksi adalah pakan dari pelepah sawit, yang nantinya untuk ternak sapi potong, sapi susu, dan kambing. Hasil produksinya bisa dibilang memuaskan, dimana sekali giling untuk pelepah bisa mencapai 8 ton yang seharinya bisa mencapai 7 kali giling. Harganyapun cukup menggigit, satu ton pakan yang sudah dalam bentuk pelet mencapai 320 ringgit, atau setara dengan Rp 1.024.000 (1 RM = Rp 3200). “Dan kalau sudah diekspor, kalau untuk Jepang mencapai RM 700,” kata Kepala Bagian Penyelidikan Ternak Strategi Mardi, Moh.Yunus Ismail saat menerangkan produksi pakan. Usaha ini kata Moh Yunus, juga sebagai langkah memoderenkan petani. Petani tidak lagi menggunakan sistem pengolahan pakan yang tradisonal tapi dengan cara modern. Sebab di Mardi sendiri tersedia hasil pakan khusus untuk eksperimen sebagai gambaran bagi petani dalam menggembangkan pertanian.
Apakah program dan moderenisasi pertanian ini bisa berlaku di Gorontalo, tentunya harus ada dukungan semua pihak termasuk lembaga peneliti, seperti yang dikembangkan pemerintahan Malaysia. Sebab ternyata negeri jiran ini juga hanya menjiblak pertanian ala tanah paman sam, yang semuanya sudah moderen. Di Malaysia sedang bergerak, maka kapan kita akan mulai bergerak ? (*)